Mading AFIIQ Meriah Dan Terarah

Selasa, 19 Maret 2013

pondok pesantren jamsaren surakarta (solo)



BILA Pondok Jamsaren diklaim sebagai pondok pesantren tertua di Pulau Jawa, barangkali memang ada benarnya. Sebab, pondok pesantren yang berlokasi di Jalan Veteran 263 Serengan Solo ini sudah berdiri sekitar tahun 1750. Dalam sejarahnya, pondok ini melewati dua periode, setelah mengalami kevakuman hampir 50 tahun, antara 1830 - 1878.
Semula, pondok pesantren yang didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV ini hanya berupa surau kecil. Kala itu, PB IV mendatangkan para ulama, di antaranya Kiai Jamsari (Banyumas). Nama Jamsaren itu juga diambil dari nama kediaman Kiai Jamsari yang kemudian diabadikan hingga sekarang.

Vakumnya pondok pada 1830 disebabkan terjadinya operasi tentara Belanda. Operasi itu dimulai lantaran Belanda kalah perang dengan Pangeran Diponegoro pada 1825 di Yogyakarta. Karena kalah, Belanda melancarkan serangkaian tipu muslihat dan selanjutnya berhasil menjebak Pangeran Diponegoro. Karena itu pada 1830, para kiai dan pembantu Pangeran Diponegoro di Surakarta dan PB VI bersembunyi dan keluar dari Surakarta ke daerah lain, termasuk Kiai Jamsari II (putra Kiai Jamsari) dan santrinya.

Setelah sekitar 50 tahun kosong, seorang kiai alim dari Klaten yang merupakan keturunan pembantu Pangeran Diponegoro, Kiai H Idris membangun kembali surau tersebut. Tentu lebih lengkap dan diperluas dari kondisi semula.

Bahasa Jawa

Materi yang diajarkan adalah kitab-kitab Al Islam berbahasa Arab dan diterjemahkan dengan bahasa Jawa Pegon (bahasa yang disesuaikan dengan susunan bahasa Arab), seperti Nahwu Shorof, Tajwid, Qiroah, Tafsir, Fiqh, Hadits, Mantiq, Tarikh dan Ilmu Tasawwuf. Metode pengajaran pun dengan cara sorogan (maju satu per satu), sebagian yang lain dengan cara wekton atau blandongan (cara berkelompok), masing-masing membawa kitab sendiri.

Para santri tidak hanya datang dari Solo sekitar, tetapi juga datang dari daerah lain di Pulau Jawa, di antaranya Tegal, Semarang, Banten, Jombang, dan Mojokerto. Pada 1908, mushala pondok pesantren diganti dengan bangunan masjid tembok dan berlangsung hingga sekarang. Pada 1913, sistem pengajian sorogan diganti dengan sistem kelas. Beberapa nama besar pernah lahir dari pondok ini, di antaranya Munawir Sazali (mantan Menteri Agama RI) dan Miftah Farid (Ketua MUI Jabar).

Dalam perkembangannya, Pondok Pesantren Jamsaren kemudian bekerja sama dengan Yayasan Perguruan Al Islam Surakarta.

Kini, sebagian besar santrinya adalah siswa SMP dan SMA Al Islam Surakarta. Dari 129 santri, 120 di antaranya adalah siswa SMA 1 Al Islam. Adapun sisanya siswa SMP Al Islam. "Hampir 95 persen santri kami adalah siswa SMP dan SMA 1 Al Islam. Ada juga dari SMA Negeri, tapi cuma seorang," kata staf kesekretariatan Pondok Pesantren Jamsaren, Suntoro.

Ada beberapa aturan ketat yang harus ditaati para santri yang semuanya laki-laki itu, di antaranya tidak boleh merokok dan wajib menaati jam wajib belajar selepas salat isya hingga pukul 22.30. Pada waktu itu, masing-masing belajar khusus untuk mengulang pelajaran di sekolah. Adapun ilmu agama diajarkan setelah asar. "Selepas isya, semua santri harus belajar di masjid. Ada enam ustad yang melakukan pendampingan sekaligus pemantauan."

Karena itu, tak heran bila santri Pondok Jamsaren rata-rata berprestasi di sekolahnya. Tak hanya ilmu agama, santri juga dibekali dengan ekstrakurikuler seperti organisasi semacam OSIS dan bela diri. "Hampir seluruh santri kami berhasil meraih peringkat sepuluh besar di kelas masing-masing. Mereka juga aktif di organisasi sekolahnya."

Tidak ada komentar:

Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2012/03/cara-memasang-custom-google-translate.html#ixzz2ErfvM2Di